Selasa, 17 Juni 2008

Angket Adaro Entry Point Usut Kejahatan Pajak

[Indonesia On Time] -Usulan penggunaan hak angket DPR terhadap kasus PT. Adaro Indonesia merupakan entry point untuk meminimalisasi kerugian negara terhadap modus penghindaran pajak melalui transfer pricing.

“Persoalannya ini bukan satu perusahaan saja, karena yang dikejar bagaimana negara bisa menangani masalah penghindaran pajak melalui transfer pricing. Karena itu, ada angket terhadap Adaro, “ kata anggota Komisi XI DPR Dradjad Wibowo, di sela rapat paripurna yang membahas usulan hak angket dalam kasus PT. Adaro, Selasa (17/6) di Jakarta.

Menurut Dradjat, transfer pricing mmerupakan bentuk kejahatan korporasi yang sangat nyata terhadap negara, karen telah menghilangkan sebagian pendapatan negara dari sektor pajak.

Fraksi PAN, ketika mengajukan usulan hak angket, pernah menaksir kerugian yang ditanggung negara dalam kasus dugaan transfer pricing PT. Adaro Indonesia mencapai triliunan rupiah akibat hilangnya potensi penerimaan Pajak Penghasilan (PPh) 30 % dan royalti 13,5 %. Kerugian negara per tahun mencapai Rp 400 miliar.

Selasa, 10 Juni 2008

Setiap Tahun Negara Dirugikan PT. Adaro Indonesia sekitar Rp 583,2 miliar

[Berita Sore] - Kegiatan yang dilakukan PT. Adaro Indonesia telah membuat negara mengalami kerugian hingga Rp 583,2 miliar setiap tahunnnya, sebagai akibat hilangnya potensi pajak penghasilan serta royalty.

Akibat kerugian negara ini, 34 Anggota DPR mengusulkan penggunaan Hak Angket tentang Transfer Pricing PT. Adaro Indonesia, ujar wakil pengusul penggunaan hak angket, Alvin Lie dari Fraksi Partai Amanat Nasional (F-PAN) dalam Rapat Paripurna DPR dipimpin oleh Wakil Ketua DPR Muhaimin Iskandar, di Gedung Nusantara II DPR, Jakarta, Selasa, (10/6)

Alasan lainnya para pengusul hak angket tersebut antara lain, PT. Adaro Indonesia mengikat perjanjian dengan perusahaan Singapore (Coaltrade Services Internasional Ltd) untuk menjual hingga 10 juta ton batubara yang berkualitas dengan harga tertentu dibawah harga pasar yang berlaku. Padahal, pihak Singapore menjual kembali batubara tersebut dengan harga internasional.

Dijelaskannya, karena perjanjian itu, Coaltrade berhak membeli hingga 10 juta ton batubara PT.Adaro dengan harga yang dipatok US$ 32/ton, padahal di akhir 2007 harga batubara telah menembus harga US$95/ton.

Selasa, 03 Juni 2008

Cabut Izin Operasi Adaro

[Inilah] - Adaro lagi, Adaro lagi. Kasusnya, bahkan, sudah merangsek ke akar rumput. Memancing reaksi keras berbagai elemen warga dan mahasiswa. Senin (2/6), massa mendesak agar izin investasi produsen batubara itu dicabut.

Massa datang ke Kantor Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) mendesak lembaga yang mengurusi masalah perizinan investasi dalam dan luar negeri ini segera mencabut izin usaha Adaro yang beroperasi di Kalimantan.

Aksi massa menyuarakan bahwa Coaltrade, anak perusahaan PT Adaro Indonesia, menjual harga batubara di pasar Singapura dengan harga pasar. Sementara PT Adaro Indonesia menjual harga ke anak perusahaannya itu dengan harga separo dari harga di pasar internasional.

Cara dagang seperti itu ditengarai menyebabkan penyimpangan pajak. Artinya, PT Adaro membayar pajak rendah kepada Republik Indonesia. Pengunjuk rasa juga menuntut pembatalan rencana Adaro melantai di bursa saham untuk menghimpun dana masyarakat mengingat kiprah perusahaan itu selama ini.