Senin, 27 Februari 2006

Harry Tanoe Diduga Langgar Ijin Kepemilikan Global TV

[Tempo Interaktif] - Anggota Komisi Telekomunikasi Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), Djoko Susilo, mempertanyakan status kepemilikan Harry Tanoesudibjo atas stasiun televisi Global TV. "Ijin prinsip stasiun televisi itu dimiliki oleh Nasir Tamara," kata politikus Partai Amanat Nasional itu di gedung MPR/ DPR, Senin (27/2).

Djoko menduga telah terjadi pelanggaran atas pemberian ijin yang diberikan Menteri Penerangan Yunus Yosfiah yang ditandatangani Sekretaris Jenderalnya, IGK Manila. Ijin yang diberikan pada 25 Oktober 1999, kata Djoko, kemungkinan dibeli oleh Harry. Padahal, dalam klausul kesembilan ijin itu, dinyatakan ijin prinsip tidak boleh dipindahtangankan atau dilimpahkan pelaksanaannya kepada pihak lain.

Data yang diperoleh Tempo menyatakan, ijin prinsip yang diberikan itu atas nama perusahaan PT Global Informasi Bermutu dengan alamat kantor pada Gedung BPPT I lantai 16. Dalam data itu juga terlampir surat pemberitahuan kepada Presiden Indonesia waktu itu, B.J Habibie, yang menyatakan ijin telah terbit. Surat itu berasal dari Sekretaris Jenderal IFTIHAR dengan kop surat The International Islamic Forum.

Anggota komisi telekomunikasi lainnya, Ade Daud Nasution meminta pemerintah mengusut semua ijin yang pernah diberikan kepada stasiun televisi yang pernah diterbitkan, terutama pada saat Orde Baru dan masa transisi pemerintahan dari Soeharto kepada B.J
Habibie.

Kamis, 02 Februari 2006

Eks Komisaris CMNP Ngaku NCD Bodong Libatkan Orang Besar

[Detik] -Mantan Komisaris PT Citra Marga Nusaphala Persada (CMNP) periode 2000-2002 M Yusuf Hamka meminta seluruh direksi dan komisaris harus bertanggung jawab atas transaksi negotiable certificate of deposit (NCD) bodong.

"Seharusnya seluruh jajaran bertanggung jawab, direksi dan komisaris karena menyangkut nama orang-orang besar dan terhormat," kata Yusuf usai dimintai keterangan di KPK, Jalan Veteran III, Jakarta Pusat, Kamis (2/2/2006).

Namun demikian, Yusuf menolak membocorkan nama orang besar yang dimaksudnya. "Hal tersebut harus dilakukan penelitian lebih dalam. Saya tidak berhak menentukan siapa yang salah atau siapa yang tidak salah. Pak Harry Tanoe itu teman baik saya," urai Yusuf yang juga menjabat Ketua Perhimpunan Muslim Tionghoa.

Apakah Harry Tanoe juga harus diperiksa KPK? "Wah ini kan tidak boleh menurut opini saya," elaknya.

Yusuf mengaku pihak komisaris CMNP baru mengetahui penjualan NCD kepada dua perusahaan Harry Tanoe, yakni PT Bhakti Investama, dan PT Drosophila Enterprises setelah adanya finansial audit.

"Sebelum finasisial audit, saya belum tahu kalau pemiliknya sama," cetusnya.

Dalam proses transaksi NCD, lanjut Yusuf, PT CMNP mengalami kerugian. "Secara kasat mata yang salah karena NCD-nya tidak cair. Transaksinya sih bener-benar saja dan saya pikir itu jauh dari penipuan," kata Yusuf.

Dua Kali Diperiksa

Dirut CMNP Daddy Hariadi kembali diperiksa KPK. Dia tempak membawa dua tas dokumen.

Daddy menolak memberikan keterangan. "Nanti saja setelah dimintai keterangan KPK," ujarnya.

Daddy diperiksa sejak pukul 15.00 WIB dan hingga pukul 16.15 WIB pemeriksaan masih berlangsung. ( aan )

Rabu, 01 Februari 2006

KPK Bongkar Dugaan Korupsi Harry Tanoe

[Detik] - Diam-diam Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mulai memeriksa kasus dugaan korupsi kasus Negotiable Certificate of Deposit (NCD) "bodong" yang diduga melibatkan pengusaha Harry Tanoesoedibjo.

Kepastian penyelidikan terhadap kasus ini disampaikan Wakil Ketua KPK Erry Riyana Hardjapamekas saat dikonfirmasi detikcom melalui telepon. ""Saat ini dalam tahap penyelidikan," jawab Erry melalui pesan pendek, Rabu (1/2/2006).

Selain jawaban melalui pesan pendeknya, kepastian kasus tersebut mulai diselidiki karena KPK saat ini tengah memeriksa sejumlah mantan komisaris Citra Marga Nusaphala Persada (CMN). Mantan komisaris CMNP yang dipanggil hari ini antara lain Shadik Wahono dan M Yusuf Hamka. Selain dua orang mantan komisaris CMNP, KPK juga sudah meminta keterangan dari Dirut CMNP Daddy Haryadi.

Shadik Wahono diperiksa tim penyidik KPK mulai pukul 13.00 WIB. Sementara M Yusuf Hamka sudah datang ke kantor KPK di Jalan Veteran III sejak pukul 11.30 WIB. Sampai pukul 15.30 WIB pemeriksaan terhadap kedua orang mantan Komisaris CMNP tersebut tengah berlangsung.

Transaksi obligasi NCD ini melibatkan PT CMNP, Bhakti Investama dan PT Droshopila Interprise dari Singapura. Kasus ini pertama kali dilaporkan oleh Abdul Malik Jan dan Ori Setianto. Kemudian pengacara Egi Sudjana juga melaporkan kasus ini ke KPK saat dirinya digugat oleh Harry Tanoe karena dianggap telah mencemarkan nama baiknya dalam kasus rumor pemberian mobil Jaguar kepada orang-orang dekat Presiden SBY.

Kasus ini menjadi menarik karena PT Droshopila dan Bhakti Investama disebut-sebut milik Harry Tanoesoedibjo. Akibat dari kasus NCD bodong ini, negara dirugikan Rp 122 miliar.